Ini semua cuma karena pemerintah hanyalah budak kapitalis asing internasional yang mau menguasai pasir di jogja...
Ikut nimbrung menulis masalah yang hangat di tv dan koran soal keistimewaan Jogja rasanya tak tertahankan lagi. Tidak ada hubungan sama sekali (yang penulis ketahui) tidak ada darah Jogja yang mengalir di nadinya, tetapi kok rasanya ikut merasa terusik. Apalagi mendengar dan melihat pernyataan dan jawaban bodoh, sangat bodoh, sangat- sangat tolol dari pejabat berwenang Djo Anu (atau bolehlah kita menyebutnya Djo Koplak seperti yang selalu kita baca di sudut kanan bawah Wawasan-harian sore) di situs berita dan Metro TV jam 21.30 kemarin. Mungkin kita semua tahu pernyataan soal survey yang menyebutkan 71% rakyat Jogja menghendaki pemilihan Gubernur dibandingkan Penetapan Sultan seperti yang selama ini aman berjalan.
Ikut nimbrung menulis masalah yang hangat di tv dan koran soal keistimewaan Jogja rasanya tak tertahankan lagi. Tidak ada hubungan sama sekali (yang penulis ketahui) tidak ada darah Jogja yang mengalir di nadinya, tetapi kok rasanya ikut merasa terusik. Apalagi mendengar dan melihat pernyataan dan jawaban bodoh, sangat bodoh, sangat- sangat tolol dari pejabat berwenang Djo Anu (atau bolehlah kita menyebutnya Djo Koplak seperti yang selalu kita baca di sudut kanan bawah Wawasan-harian sore) di situs berita dan Metro TV jam 21.30 kemarin. Mungkin kita semua tahu pernyataan soal survey yang menyebutkan 71% rakyat Jogja menghendaki pemilihan Gubernur dibandingkan Penetapan Sultan seperti yang selama ini aman berjalan.
Sering orang terlihat pandai ketika dia bercerita kepada temannya bahwa menurut survey di majalah anu atau di Koran itu 80% orang Indonesia puas dengan terpilihnya Obama..dia kan terlihat gemar membaca setelah menyebutkan nama Koran atau majalah tertentu. Tetapi kalau anda melihat jawaban pejabat yang saya sebutkan diatas tadi, anda akan setuju dengan saya, alangkah dungunya ucapan si Djo Koplak. Ini urutan kedongo’annya.
1. Survey basi. 71% itu menurut survey yang saya baca tahun 2010 (tanpa menyebutkan bulan). Begini, ketika menjelang kejatuhan Orde baru seperti dimuat di Koran-koran Harmoka melaporkan sekaligus minta petunjuk Bapak Pembangunan Mental Korupsi Indonesia bahwa 90% Rakyat masih menghendaki Bapak tersebut memimpin Negara 5 tahun lagi, beberapa bulan kemudian yang terjadi seperti yang masih kita ingat, jangankan rakyat, Harmoko sendiri menyarankan beliau mundur setelah lebih dari separuh anggota kabinet mundur. Jadi ganti rezim surveinya cuma beda itungan bulan Djo.
2. Djo koplak mengatakan dia tidak tahu metode survey mana yang digunakan. Penulis yang awam soal survey juga bakalan tahu kalau misalnya sample atau populasi survey yang digunakan adalah warga Jogja - yang punya KTA Partai Anu kemungkinan besar pemilihan jawabannya. Jadi Djo membodohi rakyat dan menipu terutama diri sendiri.
3. 3.Di Metro TV akhirnya Djo menyebut salah satu lembaga survei. Untuk mengingatkan yang lupa 2008/2009 Lembaga survei tersebut dengan semboyan Pilpres satu putaran dan Indomie presidenku, sukses menggiring opini rakyat memilih Presiden yang salah.
4 Apabila pemilihan Gubernur DIY melalui Pilkada menjadi kenyataan, maka bisa dipastikan bahwa semua hingar bingar yang di dalamnya selain berisi kemeriahan sebagaimana layaknya sebuah pesta demokrasi, juga terkandung kelicikan, kecurangan, politik uang dan yang buruk-buruk lainnya dalam pemilihan Gubernur akan menjalar pula ke Yogyakarta yang selama ini dikenal paling tenang dan adem-adem saja. Biaya Pilkada itu besar, tapi jauh lebih besar lagi dana yang harus dikeluarkan calon. Guna menyewa kedaraan yang bernama Parpol untuk mengantarkan mereka sebagai calon saja sudah harus mengeluarkan biaya milyaran. Belum biaya kampanye, belum biaya serangan fajar kalau masih mau menggunakan taktik tersebut. Belum biaya mengakali DPT yang lagi ngetren seperti sering terjadi di berbagai pemilihan Kepala Daerah.
Itu baru kedunguan yang ditampakkan Djo Koplak, apalagi kenaifan yang ditunjukkan atasannya yang menyangkut substansi dari Keistimewaan Jogja. Dengan niatan membagi kue kekuasaan atas Jogja, Si Narsis lewat bawahannya mengajukan wacana meletakkan Sultan hanya sebagai symbol, Gubernur Utama atau apalah yang menyebabkan beliau tidak berhak mengatur urusan kawulonya. Rencana menjadikan Sultan sebagai orang yang paling dimuliakan dan paling tinggi kedudukannya tanpa kekuasaan boleh jadi akan semakin menyakitkan. Sebab rakyat tahu bahwa itu hanya sebagai basa-basi saja, Sultan akan jauh dari rakyatnya. Masih bisa mendengarkan keluhan rakyat tapi tidak bisa bebuat apa-apa karena tidak mempunyai kekuasaan administrative. Sultan hanya akan dijadikan sebagai pajangan belaka.
Niatnya busuk, caranya dengan memaksakan kehendak termasuk hasil survey, prosedurnya tidak diinginkan rakyat, hasil apa yang akan diharap dari metode pemerintahan semacam ini. Tolonglah hentikan penjajahan terhadap bangsa sendiri, tanyakan masyarakat Jogja apa keinginan mereka daripada menyesal Jogja memisahkan diri dari anak yang dulu dirawatnya.
Mas , Kalo nyebut merk..mbok ya disamarkan..awas kasus ibu2 kena tuntut RS bisa menimpamu.
BalasHapusPa lagi dengan embel2 koplak..kopolok..dan kroninya...blaik...cilaka itu!!
WASPADALAH
nb ;jenengan niku abdi dalem negara loh ya..ingat..
piss ah
best regard
Penguasa Sadewa
Fahmi CP
hehe..tenang tur, abdi negara bukan abdi penguasa
BalasHapus