Memiliki buah hati dari rahim sendiri atau rahim istri adalah harapan hampir semua pasangan yang telah menikah. Namun beberapa diantaranya belum digariskanNYA untuk memiliki penerus sendiri. Menurut penulis itu bukan berarti mereka tidak dikaruniai atau tidak dititipi amanah oleh sang Pencipta, karena banyak sekali buah hati dari rahim yang lain yang tidak seberuntung keadaan kita saat ini, bahkan banyak sekali diantara mereka tinggal berdesakan di panti atau bahkan di jalanan. Mereka kewajiban kita, sesedikit apapun yang bisa kita perbuat, atau lebih baik lagi dengan jalan mengadopsi. Pertimbangkan juga kepadatan penduduk bumi dan efek-efek domino yang menyertainya. Kesempatan pendidikan, akses kesehatan atau yang paling simple adalah pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan dan sandang. Jangan hanya mendasarkan pada dalil bahwa tiap anak membawa rizkinya masing-masing secara buta, tapi belajarlah ilmu juga dari yang tersirat di bumi ALLAH yang luas ini.
Pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak atau yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak, atau dengan alasan baik lain dapat mengajukan permohonan pengesahan atau pengangkatan anak. Demikian juga bagi mereka yang memutuskan untuk tidak menikah atau tidak terikat dalam perkawinan. Apa langkah-langkah tepat yang harus diambil agar anak angkat tersebut mempunyai kekuatan hukum?
1. Pihak yang dapat mengajukan adopsi
Pasangan Suami Istri
berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, syarat pasangan suami istri dapat mengangkat anak antara lain :
berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, syarat pasangan suami istri dapat mengangkat anak antara lain :
Calon orang tua angkat .
- berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun, maksimal 45 tahun
- pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak sekurang-kurangnya sudah kawin 5 (lima ) tahun dengan mengutamakan keadaannya sebagai berikut:
- Tidak mungkin mempunyai anak (dengan surat keterangan dokter kebidanan/dokter ahli), atau
- belum mempunyai anak, atau
- mempunyai anak kandung seorang, atau
- mempunyai anak angkat seorang dan tidak mempunyai anak kandung.
- dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial
- berkelakuan baik berdasarkan surat keterangan dari Kepolisian RI;
- dalam keadaan sehat jasmani dan rohani;
- telah memelihara dan merawat anak yang bersangkutan sekurang-kurangnya:
- 6 (enam) bulan untuk di bawah umur 3 (tiga) tahun.
- 1 (satu) tahun untuk anak umur 3 (tiga) tahun sampai 5 (lima) tahun.
- mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan anak.
Calon anak angkat
- berumur kurang dari 5 (lima) tahun
- berada dalam asuhan organisasi sosial
- persetujuan dari orang tua/wali (apabila diketahui ada). Keputusan Menteri ini berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial.
b. Orang tua tunggal
1. Staatblaad 1917 No. 129
Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya.
Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya.
Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte Notaris. Namun Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak perempuan.
2. Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption). Jadi, jika Anda belum menikah atau Anda memutuskan untuk tidak menikah dan Anda ingin mengadopsi anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda untuk melakukannya.
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption). Jadi, jika Anda belum menikah atau Anda memutuskan untuk tidak menikah dan Anda ingin mengadopsi anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda untuk melakukannya.
2. Tata cara mengadopsi
Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu berada.
Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu berada.
Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan diajukan ke panitera. Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat .
3. Isi permohonan
Adapun isi Permohonan yang dapat diajukan adalah:
- motivasi mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut.
- penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.
Adapun isi Permohonan yang dapat diajukan adalah:
- motivasi mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut.
- penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.
Untuk itu dalam setiap proses pemeriksaan, Anda juga harus membawa dua orang saksi yang mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu harus pula orang yang mengetahui betul tentang kondisi anda (baik moril maupun materil) dan memastikan bahwa Anda akan betul- betul memelihara anak tersebut dengan baik.
4. Yang dilarang dalam permohonan
Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan dalam permohonan pengangkatan anak, yaitu:
- menambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak.
- pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon.
Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan dalam permohonan pengangkatan anak, yaitu:
- menambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak.
- pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon.
Mengapa?
Karena putusan yang dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada permohonan lain dan hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat dari pemohon, atau berisi pengesahan saja.
Karena putusan yang dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada permohonan lain dan hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat dari pemohon, atau berisi pengesahan saja.
Mengingat bahwa Pengadilan akan mempertimbangkan permohonan Anda, maka Anda perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk pula mempersiapkan bukti-bukti yang berkaitan dengan kemampuan finansial atau ekonomi. Bukti-bukti tersebut akan memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan Anda dan kemungkinan masa depan anak tersebut. Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji, Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan sebagainya.
5. Pencatatan di kantor Catatan Sipil
Setelah permohonan Anda disetujui Pengadilan, Anda akan menerima salinan Keputusan Pengadilan mengenai pengadopsian anak. Salinan yang Anda peroleh ini harus Anda bawa ke kantor Catatan Sipil untuk menambahkan keterangan dalam akte kelahirannya. Dalam akte tersebut dinyatakan bahwa anak tersebut telah diadopsi dan didalam tambahan itu disebutkan pula nama Anda sebagai orang tua angkatnya.
Setelah permohonan Anda disetujui Pengadilan, Anda akan menerima salinan Keputusan Pengadilan mengenai pengadopsian anak. Salinan yang Anda peroleh ini harus Anda bawa ke kantor Catatan Sipil untuk menambahkan keterangan dalam akte kelahirannya. Dalam akte tersebut dinyatakan bahwa anak tersebut telah diadopsi dan didalam tambahan itu disebutkan pula nama Anda sebagai orang tua angkatnya.
6. Akibat hukum pengangkatan anak
Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris.
Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris.
a. Perwalian
Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.
Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.
b. Waris
Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat.
Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat.
· Hukum Adat:
Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya—, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).
Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya—, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).
· Hukum Islam:
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991)
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991)
· Peraturan Per-Undang-undangan :
Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.
Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.
Referensi www.lbh-apik.or.id dan www.kafebalita.com
anak adalah amanah. baik itu anak kandung atau anak angkat....wajib dijaga dan dididik dgn sebaik-baiknya... diberi kesempatan untuk berkembang sesuai minat dan bakat mereka...
BalasHapussemua dilakukan dengan penuh cinta...
-pranindira-