Jumat, 16 April 2021

Indi Puasa Penuh

Ramadhan 1442 H, tanggal 1 nya tepat 13 April 2021 menjadi hari spesial bagi keluarga kecil kami. Indi, si bungsu berhasil melalui puasa penuh, dari subuh sampai maghrib, pertamanya. dia 6 tahun, kelas 1 SD. Walaupun mungkin biasa saja bagi yang lain, tetapi bagi kami, dia tetap si bungsu yang akan menjadi terkecil diantara kami.

Tahun lalu ketika dia TK B, dia latihan puasa sampai dhuhur. kadang bangun sahur, beberapa kali menolak bangun, sehingga latihan puasanya pun tak genap satu bulan. Mungkin ketika April 2020 adalah awal pandemi, awal lockdown, eh bukan lockdown tapi PSBB atau "Jogo Tonggo" kalau di Semarang, sekolah Indi libur, dia tidak boleh main, sehingga mungkin tidak ada teman "kompetisi" puasa seperti di cerita Upin-Ipin yang biasa Indi tonton di TV.

Menuliskan Indi libur di TK, jadi ingat Indi lulus tanpa perpisahan, sad...tapi demi kebaikan semua. Sama seperti kakaknya, Keke, tahun ini dia lulus tanpa ujian tanpa perpisahan, setelah hanya 1,5 tahun belajar di sekolah, SMP 5. Semoga hasilnya bisa baik, mengingat selama school from home, kerjaan kakak hanya school with rebahan ๐Ÿ˜Ÿ. semoga bisa masuk SMA Negeri 



Selasa, 12 Februari 2013

Donor Darah (dalam Islam)

Dalam dunia medis, donor darah berarti orang yang menyumbangkan darah kepada orang lain dengan tujuan untuk menyelamatkan jiwa orang yang membutuhkan. 

Ulama fikih menetapkan bahwa perbuatan menyumbangkan darah dibolehkan untuk membantu sesama manusia yang amat membutuhkan.
Dalam ajaran Islam, disamping bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia, juga bertujuan untuk menghindari segala bentuk kemudaratan atau yang merugikan manusia.
 

Menyumbangkan darah kepada orang lain yang amat membutuhkannya, menurut kesepakatan para ahli fikih, termasuk dalam kerangka tujuan syariat Islam, yaitu menghindarkan salah satu bentuk kemudaratan yang akan menimpa diri seseorang. 

Oleh sebab itulah, ulama fikih menetapkan bahwa perbuatan menyumbangkan darah termasuk dalam tuntutan Allah SWT dalam Surah Al-Maidah (5) ayat 2, “... dan tolong-menolong kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...”  

Selain ayat di atas, ulama fikih juga mendasarkan pendapat mereka kepada tindakan Rasulullah SAW dalam berbekam (HR, Bukhari dari Anas bin Malik). Yang dimaksud dengan berbekam, menurut para ahli fikih, adalah mengeluarkan atau mengisap darah dari bagian-bagian anggota tubuh, misalnya dari kuduk, untuk membersihkan darah dan agar mendapatkan darah baru lagi. 

Tujuan berbekam adalah untuk menurunkan tekanan darah sekaligus menghilangkan rasa sakit kepala. Dalam pemikiran ulama hadis, berbekam itu adalah salah satu bentuk mengeluarkan darah yang digunakan untuk pengobatan sebagian penyakit yang ada dalam tubuh. 

Darah yang dikeluarkan itu sama sekali tidak digunakan. Tindakan itu telah dilakukan beberapa kali oleh Rasulullah SAW. Karenanya, ulama fikih menganalogikan perbuatan Rasulullah SAW itu dengan perbuatan menyumbangkan darah.  

Apabila Rasulullah SAW berbekam untuk menghilangkan penyakit dan darah yang diisap keluar itu dibuang saja, maka menyumbangkan darah tentu juga dibolehkan, karena tujuannya tidak hanya sekadar menghilangkan penyakit, bahkan untuk menyelamatkan jiwa orang lain. Menyelamatkan nyawa orang lain adalah salah satu bentuk pemeliharaan terhadap ad-daruriyyat al-khamsah (lima kebutuhan pokok) yang dituntut oleh syariat Islam. 

Berkaitan dengan darah hasil bekam, ulama Mazhab Hanafi mengatakan bahwa Abu Tayyibah, tukang bekam Nabi SAW, sengaja meminum darah hasil bekam dari Nabi SAW dengan tujuan mendapatkan berkah dari darah tersebut.
Padahal Nabi SAW melarang untuk meminumnya. Menurut Mazhab Hanafi, larangan tersebut disebabkan darah hasil bekam tersebut sudah diletakkan sebelumnya dalam sebuah bejana, sehingga darah itu sudah terpisah dari tubuh.
Darah yang sudah terpisah dari tubuh hukumnya najis dan karena najis, tidak boleh dimanfaatkan. 

Namun, cara yang ditempuh ahli medis dengan transfusi darah, menurut AbdusSalam Abdur Rahim As-Sakari, ulama fikih kontemporer dari Mesir, tidak demikian.  

Transfusi darah dilakukan melalui alat khusus yang bisa memindahkan darah seseorang kepada orang lain tanpa mengubah sedikit pun zat-zat darah tersebut dan darah itu belum terpengaruh sama sekali oleh udara; karena, meskipun darah itu dipindahkan dahulu ke dalam tabung, tabung tersebut adalah tabung khusus yang telah steril. 

Oleh karena itu, darah itu masih tetap sama sebagaimana dengan darah yang terdapat dalam tubuh donor. Dengan demikian, darah dalam tabung itu tidak bersifat najis. 

Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan bahwa di sebagian daerah, khususnya di daerah panas, diperlukan penggantian darah tubuh seseorang untuk menjaga stamina tubuhnya. Dengan demikian, berbekam diperlukan agar darah menjadi baru kembali. 

Upaya memperbarui darah tersebut, menurut Abdus Salam Abdur Rahim As-Sakari, di zaman modern dilakukan dengan menyumbangkan (diambil) darahnya dan darah yang diambil tersebut dapat dimanfaatkan untuk menyelamatkan nyawa orang yang membutuhkannya.

Menurut ulama fikih, kendati darah memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup manusia, pemindahan darah seseorang ke tubuh orang iain tidak membawa akibat hukum apa pun dalam Islam, baik yang berkaitan dengan masalah perkawinan maupun yang berkaitan dengan masalah warisan.  
Dalam hubungan perkawinan, yang saling mengharamkan nikah itu hanya disebabkan adanya hubungan nasab (keturunan), hubungan musaharah (persemendaan), dan hubungan rada'ah (susuan).

Syarat Umum Donor 
1. Usia 18-60 tahun 
2. Berat minimal 45 kg
3. Suhu oral tidak boleh melebihi 37,5 แถ›C
4. Nadi antara 48 - 100 per menit
5. Tekanan darah – di bawah kebijaksanaan petugas medis
6. Hemoglobin tidak boleh kurang dari 12,5 gr%
7. Tidur malam sebelum donor darah harus cukup minimal 5 jam.
8. Sudah sarapan / makan.
9. Persyaratan Medis :
   * Calon donor darah dengan penyakit-penyakit berikut ini tidak boleh donor: 
     - Penyakit paru aktif
     - Serangan demam rematik
     - Penyakit kardiovaskular
     - Penyakit ginjal
     - Reaksi alergi yang sedang kambuh
     - Kanker
     - Filiariasis (penyakit kaki gajah)
     - HIV/AIDS 
     - Diabetes bawah oral hipoglikemik insulin dan obat-obatan
     - Asma dalam waktu dua bulan terakhir serangan
     - Sawan, epilepsi atau penyakit mental lainnya
     - Eksim, dermatitis kronis atau rutin dan kambuh
     - Ulkus/tukak lambung akut dalam dua tahun terakhir
     - Penyakit kulit kronis
     - Sifilis & penyakit menular seksual lainnya
     - Hepatitis B, Ikterus (sakit kuning)
     - Malaria – orang yang telah malaria tiga tahun lalu, tetapi tanpa kekambuhan bisa mendonorkan darah

* Wanita hamil sampai dengan12 bulan setelah melahirkan, selama haid, menyusui sampai dengan 3 bulan setelah berhenti menyusui

* Penerima transfusi darah atau plasma yang telah menerima transfusi darah dalam enam bulan terakhir tidak dapat memberikan darah

* Orang yang memiliki penyakit serius dalam tiga bulan terakhir

* Pekerjaan yang berbahaya – orang yang mengoperasikan alat berat seperti mesin berat, derek, bus, kereta api atau terlibat dalam pekerjaan yang sama, berbahaya bagi diri mereka sendiri dapat memberikan darah, tetapi seharusnya tidak melanjutkan pekerjaan mereka selama paling sedikit lima jam setelah donasi


* Jarak penyumbangan darah : 2,5 - 3 bulan ( maksimal 5 kali /tahun ) 

* Dapat donor : 12 bulan setelah mendapat vaksinasi Rabies dan Hepatitis B, 4 minggu setelah imunisasi Rubella, 2 minggu setelah Immmunisasi polio, Varisella, MUMPS, Yellow fever. 

* Dapat donor : 3 hari setelah minum obat mengandung aspirin, 12 bulan setelah pengobatan siphylis, GO 

* Dapat donor 3 hari setelah pencabutan gigi, 6 bulan setelah operasi kecil, 12 bulan setelah operasi besar.

* Dapat donor 12 bulan setelah di tatto, ditindik, di tusuk jarum.  Kulit lengan donor didaerah tempat penyadapan harus sehat tanpa kelainan



Syarat Donor dalam Islam
Sekalipun ulama fikih sepakat menyatakan bahwa menyumbangkan darah itu hukumnya boleh, namun mereka mengemukakan beberapa syarat bagi pihak donor, di antaranya sebagai berikut:  

1. Pihak donor tidak dirugikan ketika transfusi darah dilaksanakan. Artinya, setelah transfusi darah itu orang yang memberikan darah tidak menanggung risiko apa pun akibat donor darah tersebut.
Hal ini sesuai dengan kaidah fikih yang menyatakan bahwa "suatu kemudaratan tidak dihilangkan jika menimbulkan kemudaratan lain”, kemudian “menghilangkan kemudaratan itu sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan".

Oleh sebab itu, diperlukan ketelitian para ahli medis untuk menentukan bisa atau tidaknya seseorang menjadi donor darah.


 2. Transfusi darah itu dilakukan benar-benar di saat yang amat membutuhkan (darurat), yaitu untuk menyelamatkan nyawa orang lain. 

3. Pihak donor tidak menderita penyakit, yang apabila darahnya diberikan kepada orang lain penyakitnya itu akan berpindah kepada penerima darah. 

4. Perbuatan menyumbangkan darah itu dilakukan dengan suka- rela, tanpa paksaan dan tanpa bayaran.

Hukum Jual Beli Darah Terkait dengan persoalan menyumbangkan darah, menurut ulama fikih, adalah persoalan memperjualbelikan darah dengan tujuan menyelamatkan nyawa orang.

Memperjualbelikan darah dengan dalih apa pun, menurut kesepakatan ahli fikih, tidak dibenarkan oleh syariat Islam. Alasan mereka, darah itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari zat manusia secara biologis, karena tanpa darah manusia tidak bisa hidup.  

Sekalipun pengurangan sebagian darah dari dalam tubuh melalui transfusi dan lainnya tidak mencelakakan diri seseorang, tetapi memperjualbelikannya tetap tidak dibolehkan. 

Di samping itu, menurut ulama fikih, darah bukanlah salah satu komoditas yang dibolehkan syarak untuk diperdagangkan seperti dijelaskan Allah SWT dalam surah Albaqarah (2) ayat 173 yang berbunyi, "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah..." 

Ayat yang senada dengan itu dijumpai pula dalam surat An-Nahl (16) ayat 115. Ayat ini, menurut ulama fikih, secara tegas menyatakan bahwa memanfaatkan darah itu, seperti memakan atau meminum, merekayasa, dan memanfaatkan yang bersifat konsumtif lainnya, adalah dilarang, termasuk di dalamnya memperjualbelikannya.

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW dari Abdulah bin Abbas dikatakan, ”Saya melihat Rasulullah SAW sedang duduk."
"la memandang ke langit seraya berkata, ‘Allah melaknat orang Yahudi sebanyak tiga kali, (karena) sesungguhnya Allah telah melarang mereka memakan bangkai dan darah lalu mereka merekayasa, menjual, dan memakan hasil penjualannya’.” (HR. Abu Dawud). 

Berdasarkan hadis itu para ahli fikih menyatakan bahwa dilarang memperjualbelikan darah, karena memakan hasil penjualannya diharamkan. 

Dalam hadis lain dari Aun bin Abi Juhfah dikatakan, "Saya melihat ayah saya membeli darah hasil berbekam. Lalu saya tanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW ketika itu melarang memakan hasil penjualan anjing, hasil penjualan darah...” (HR. Bukhari). 

Hadis ini, menurut ulama fikih, secara tegas menyatakan keharaman memakan hasil penjualan darah. Kaidah fikih juga menetapkan bahwa jika dilarang menggunakan hasil penjualan darah, maka menjual darah itu pun dilarang. 

Oleh sebab itu, menurut As-Sakari, segala cara yang mengacu kepada pemberian imbalan bagi donor darah tidak dibenarkan syarak, kecuali makan dan minum yang diberikan kepada seseorang yang telah ditransfusi darahnya dengan tujuan mengembalikan staminanya. 

Hal ini, menurut As-Sakari, bukanlah merupakan suatu imbalan yang bermakna jual beli, karena tujuannya bukan sebagai bayaran sama sekali, melainkan untuk mengembalikan stamina donor.

Kamis, 20 September 2012

Upeti (baca Pajak)

Sadarkah kita betapa banyak yang telah rakyat sumbangkan untuk Negara? Disamping korban perasaan karena pasti selalu ditipu badut-badut ketika pemilu atau pilkada, juga waktu, dan kekayaan. Dan yang paling parah adalah kewajiban upeti dengan kata sakti “Hitung kewajiban..bayarkan..laporkan..awasi penggunaannya.” Sering kita dengar bukan slogan upeti itu. Dan ternyata alangkah idiotnya.

Begini alasannya kenapa kusebut idiot. Segala sesuatu yang kita dapatkan, tanpa campur tangan penguasa sekalipun yang dianggap sebagai penghasilan wajib kita hitung, tidak hanya menghitung setelah itu bayar sejumlah lebih dari wajib zakat, sekalipun zakat Tuhan yang perintahkan. Bayar di bank ngantri hanya sampai jam 10 pagi, jadinyapun keesokan hari, masih mending di kantor pos karena menerima pembayaran sedikit lebih siang dengan catatan komputernya tidak lagi trouble atau nggak lagi earth hour versi PLN. Bukan hanya hitung dan bayar tetapi harus benar. Kurang ditagih, lebih kalau kita minta hak kita (restitusi istilah mereka) diperiksa, bayar denda, bukannya kembali malah tambah upeti. Ini ke-idiotan pertama. Betapa penguasa tidak percaya pada rakyat yang menggaji mereka.

Laporkan, poin ketiga..bukankah sudah canggih dunia IT kita. Pembayaran upeti di bank mestinya bisa secara online disampaikan ke kantor pajak. Entah diolah berupa data atau apa. Bukankah di SSU (Surat Setoran Upeti) telah jelas, ada nama WU (Wajib Upeti), alamat, NPWU (Nomor Pokok Wajib Upeti), membayar apa sebesar berapa…sudah jelas dan bank juga menginput sejelas-jelasnya, jadi kenapa mesti laporan lagi. Entah ini ketololan atau memang pantas disebut ke-idiotan yang kedua.

Sesudah itu, poin keempat dari slogan itu adalah awasi penggunaanya. Puncak dari rantai idiot. Kok kayaknya tidak ada yang digunakan dari upeti itu. Masih banyak sekolah yang rusak, jalan apalagi, rusak dan semua tanpa marka. Ladang eksekusi pengendara oleh penguasa. Apalagi Papua dan pulau-pulau perbatasan lain sebagian bahkan semua mesti lewat jalur udara. Listrik tidak merata, air bersih tidak tersedia. Terus apanya yang mau diawasi, kalau tidak ada yang digunakan. 

Disamping pembahasan tentang slogan konyol yang melimpahkan seuruh kewajiban hanya kepada para pembayar upeti, sedikit kita renungkan bahwa pegawai dirjen upeti telah mendapat remunerasi utuh, penghasilan yang diberikan rakyat untuk mereka mungkin sama dengan pegawai swasta, 5 kali atau lebih abdi dalem lain, 10-100 kali rakyat lain yang bukan pegawai atau abdi dalem penguasa, kubaca di Koran GTT ada yang berpenghasilan 150.000 per bulan. Pertanyaannya, apa yang sebenarnya mereka kerjakan kalu semua sudah dilimpahkan kepada pembayar upeti sesuai jargon itu ? Ku menduga tugas mereka meraup upeti untuk mereka sendiri dan atasan mereka memastikan tidak ada yang tersisa untuk rakyat..karena kalau samapi tercecer itu mengotori, seperti remah roti yang tercecer hanya akan mengundang semut dan lalat..dan dimata mereka rakyat tidak lebih dari lalat yang menyusahkan dan mengotori. Kalaupun ada untuk rakyat tidak lebih hanya untuk formalitas saja.

Mumpung belum diazab Sang Maha Perkasa, silahkan rampok upeti-upeti itu, dari para pegawai bahkan sampai sebelum upeti itu dibayarkan, di badan anggaran senayan ketika dibagi-bagikan, sampai ke para pejabat wakil penguasa ketika upeti itu dilaksanakan penggunaannya.

Tapi..tetapi kurenungkan lagi, kalu memang disebut upeti dan memang harus disebut upeti, ternyata memang upeti adalah penghasilan rakyat untuk penguasa, jadi bukan slogan itu yang idiot tetapi penulis.

Jumat, 20 Januari 2012

Sila baru penguasa


Jaman berubah, sumbangsih untuk bangsa bisa datang dari mana saja. Pemikiran bukan hanya monopoli akademisi dan negarawan karena bahkan saya tidak tahu masihkah mereka ada. Bukan untuk membandingkan nasehat di forum dengan pemikiran Founding Father, sekedar menyandingkan bahwa mereka sama-sama melihat dari kacamata yang lebih jernih dibanding yang telah, yang sedang dan yang akan berkuasa mengangkangi negeri ini. Dasar negara, falsafah hidup, landasan moral, sumber dari segala sumber hukum bagi mereka yang merasa menipu dunia dan akherat (seperti yang jadi thread di forum) mungkin berbunyi seperti ini:

1. Keuangan yang maha kuasa.

2. Korupsi yang adil dan merata.

3. Persatuan mafia hukum Indonesia.

4. Kekuasaan yang dipimpin oleh nafsu kebejatan dalam persengkongkolan dan kepura-puraan.

5. Kenyamanan sosial bagi seluruh pejabat, wakil rakyat dan keluarga.

Selasa, 25 Oktober 2011

Positifnya cheating

Tidak adil rasanya bila dua tulisan tentang cheating atau selingkuh hanya melihat dari sisi negatifnya, saatnya memberikan tulisan berimbang tentang cheating.

Ada beberapa pelaku cheating yang secara langsung maupun tidak langsung member alasan positif tentang alasan mereka melakukannya. Antara lain:

1.         Dengan selingkuh (di kantor)semangat untuk datang ke kantor berlipat-lipat, jam kerja bertambah, ini juga berarti semakin produktif, semakin banyak jam lembur sehingga atasan semakin perhatian pada dedikasi kita.
2.         Dengan selingkuh akan jarang sakit, karena kalaupun kita lupa sarapan atau males makan malam di rumah, ada yang mengingatkan bahkan mau menemani dan mengajak kita makan bareng di kantor.

Minggu, 16 Oktober 2011

Semakin hari semakin nyata

Para pelaku affair dan penggiat atau affair activists punya sejuta alasan untuk membenarkan dan menutupi perilakunya dan kliennya (bagi penggiat affair). Ada dua bagian yang akan kita bahas dalam tulisan kali ini, yang pertama mari kita ulas pembenaran oleh affair activist dan yang kedua terutama tentu saja kebohongan pelaku affair.

Penggiat Affair
Pembenaran oleh penggiat affair kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, yang paling sering diungkapkan oleh mereka adalah karena persahabatan yang menyebabkan nurani menjadi mati karena ketika melihat kesalahan bukan nasehat yang diberikan tetapi malah dorongan yang terus diucapkan. Ketika sahabat curhat menikung pasangan orang dengan cerita versi mereka, menceritakan bahwa pasangan selingkuhnya tidak dibahagiakan oleh pasangan resminya, mereka membenarkan sahabatnya, mengatakan bahwa besar pahalanya membahagiakan orang lain tanpa peduli itu pasangan sah wanita atau laki-laki lain.