Dalam dunia medis, donor darah berarti orang yang menyumbangkan darah kepada
orang lain dengan tujuan untuk menyelamatkan jiwa orang yang membutuhkan.
Ulama fikih menetapkan bahwa perbuatan menyumbangkan darah dibolehkan untuk
membantu sesama manusia yang amat membutuhkan.
Dalam ajaran Islam, disamping bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia, juga
bertujuan untuk menghindari segala bentuk kemudaratan atau yang merugikan
manusia.
Menyumbangkan darah kepada orang lain yang amat membutuhkannya, menurut
kesepakatan para ahli fikih, termasuk dalam kerangka tujuan syariat Islam,
yaitu menghindarkan salah satu bentuk kemudaratan yang akan menimpa diri
seseorang.
Oleh sebab itulah, ulama fikih menetapkan bahwa perbuatan menyumbangkan darah termasuk
dalam tuntutan Allah SWT dalam Surah Al-Maidah (5) ayat 2, “... dan
tolong-menolong kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...”
Selain ayat di atas, ulama fikih juga mendasarkan pendapat mereka kepada
tindakan Rasulullah SAW dalam berbekam (HR, Bukhari dari Anas bin Malik). Yang
dimaksud dengan berbekam, menurut para ahli fikih, adalah mengeluarkan atau
mengisap darah dari bagian-bagian anggota tubuh, misalnya dari kuduk, untuk membersihkan
darah dan agar mendapatkan darah baru lagi.
Tujuan berbekam adalah untuk menurunkan tekanan darah sekaligus menghilangkan
rasa sakit kepala. Dalam pemikiran ulama hadis, berbekam itu adalah salah satu
bentuk mengeluarkan darah yang digunakan untuk pengobatan sebagian penyakit
yang ada dalam tubuh.
Darah yang dikeluarkan itu sama sekali tidak digunakan. Tindakan itu telah
dilakukan beberapa kali oleh Rasulullah SAW. Karenanya, ulama fikih
menganalogikan perbuatan Rasulullah SAW itu dengan perbuatan menyumbangkan
darah.
Apabila Rasulullah SAW berbekam untuk menghilangkan penyakit dan darah yang
diisap keluar itu dibuang saja, maka menyumbangkan darah tentu juga dibolehkan,
karena tujuannya tidak hanya sekadar menghilangkan penyakit, bahkan untuk menyelamatkan
jiwa orang lain.
Menyelamatkan nyawa orang lain adalah salah satu bentuk pemeliharaan terhadap
ad-daruriyyat al-khamsah (lima kebutuhan pokok) yang dituntut oleh syariat
Islam.
Berkaitan dengan darah hasil bekam, ulama Mazhab Hanafi mengatakan bahwa Abu
Tayyibah, tukang bekam Nabi SAW, sengaja meminum darah hasil bekam dari Nabi
SAW dengan tujuan mendapatkan berkah dari darah tersebut.
Padahal Nabi SAW melarang untuk meminumnya. Menurut Mazhab Hanafi, larangan
tersebut disebabkan darah hasil bekam tersebut sudah diletakkan sebelumnya
dalam sebuah bejana, sehingga darah itu sudah terpisah dari tubuh.
Darah yang sudah terpisah dari tubuh hukumnya najis dan karena najis, tidak
boleh dimanfaatkan.
Namun, cara yang ditempuh ahli medis dengan transfusi darah, menurut AbdusSalam
Abdur Rahim As-Sakari, ulama fikih kontemporer dari Mesir, tidak demikian.
Transfusi darah dilakukan melalui alat khusus yang bisa memindahkan darah
seseorang kepada orang lain tanpa mengubah sedikit pun zat-zat darah tersebut
dan darah itu belum terpengaruh sama sekali oleh udara; karena, meskipun darah
itu dipindahkan dahulu ke dalam tabung, tabung tersebut adalah tabung khusus
yang telah steril.
Oleh karena itu, darah itu masih tetap sama sebagaimana dengan darah yang
terdapat dalam tubuh donor. Dengan demikian, darah dalam tabung itu tidak
bersifat najis.
Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan bahwa di sebagian daerah, khususnya di daerah
panas, diperlukan penggantian darah tubuh seseorang untuk menjaga stamina
tubuhnya. Dengan demikian, berbekam diperlukan agar darah menjadi baru kembali.
Upaya memperbarui darah tersebut, menurut Abdus Salam Abdur Rahim As-Sakari, di
zaman modern dilakukan dengan menyumbangkan (diambil) darahnya dan darah yang
diambil tersebut dapat dimanfaatkan untuk menyelamatkan nyawa orang yang
membutuhkannya.
Menurut ulama fikih, kendati darah memegang peranan penting dalam
kelangsungan hidup manusia, pemindahan darah seseorang ke tubuh orang iain
tidak membawa akibat hukum apa pun dalam Islam, baik yang berkaitan dengan
masalah perkawinan maupun yang berkaitan dengan masalah warisan.
Dalam hubungan perkawinan, yang saling mengharamkan nikah itu hanya disebabkan
adanya hubungan nasab (keturunan), hubungan musaharah (persemendaan), dan
hubungan rada'ah (susuan).
Syarat Umum Donor
1. Usia 18-60 tahun
2. Berat minimal 45 kg
3. Suhu oral tidak boleh melebihi 37,5 ᶛC
4. Nadi antara 48 - 100 per menit
5. Tekanan darah – di bawah kebijaksanaan petugas medis
6. Hemoglobin tidak boleh kurang dari 12,5 gr%
7. Tidur malam sebelum donor darah harus cukup minimal 5 jam.
8. Sudah sarapan / makan.
9. Persyaratan Medis :
* Calon donor darah dengan penyakit-penyakit berikut ini tidak boleh donor:
- Penyakit paru aktif
- Serangan demam rematik
- Penyakit kardiovaskular
- Penyakit ginjal
- Reaksi alergi yang sedang kambuh
- Kanker
- Filiariasis (penyakit kaki gajah)
- HIV/AIDS
- Diabetes bawah oral hipoglikemik insulin dan obat-obatan
- Asma dalam waktu dua bulan terakhir serangan
- Sawan, epilepsi atau penyakit mental lainnya
- Eksim, dermatitis kronis atau rutin dan kambuh
- Ulkus/tukak lambung akut dalam dua tahun terakhir
- Penyakit kulit kronis
- Sifilis & penyakit menular seksual lainnya
- Hepatitis B, Ikterus (sakit kuning)
- Malaria – orang yang telah malaria tiga tahun lalu, tetapi tanpa kekambuhan bisa mendonorkan darah
* Wanita hamil sampai dengan12 bulan setelah melahirkan, selama haid,
menyusui sampai dengan 3 bulan setelah berhenti menyusui
* Penerima transfusi darah atau plasma yang telah menerima transfusi
darah dalam enam bulan terakhir tidak dapat memberikan darah
* Orang yang memiliki penyakit serius dalam tiga bulan terakhir
* Pekerjaan yang berbahaya – orang yang mengoperasikan alat berat
seperti mesin berat, derek, bus, kereta api atau terlibat dalam
pekerjaan yang sama, berbahaya bagi diri mereka sendiri dapat memberikan
darah, tetapi seharusnya tidak melanjutkan pekerjaan mereka selama
paling sedikit lima jam setelah donasi
* Jarak penyumbangan darah : 2,5 - 3 bulan ( maksimal 5 kali /tahun )
* Dapat donor : 12 bulan setelah mendapat vaksinasi Rabies dan
Hepatitis B, 4 minggu setelah imunisasi Rubella, 2 minggu setelah
Immmunisasi polio, Varisella, MUMPS, Yellow fever.
* Dapat donor : 3 hari setelah minum obat mengandung aspirin, 12 bulan setelah pengobatan siphylis, GO
* Dapat donor 3 hari setelah pencabutan gigi, 6 bulan setelah operasi kecil, 12 bulan setelah operasi besar.
* Dapat donor 12 bulan setelah di tatto, ditindik, di tusuk jarum.
Kulit lengan donor didaerah tempat penyadapan harus sehat tanpa kelainan
Syarat Donor dalam Islam
Sekalipun ulama fikih sepakat menyatakan bahwa menyumbangkan darah itu
hukumnya boleh, namun mereka mengemukakan beberapa syarat bagi pihak donor, di
antaranya sebagai berikut:
1. Pihak donor tidak dirugikan ketika transfusi darah dilaksanakan. Artinya,
setelah transfusi darah itu orang yang memberikan darah tidak menanggung risiko
apa pun akibat donor darah tersebut.
Hal ini sesuai dengan kaidah fikih yang menyatakan bahwa "suatu
kemudaratan tidak dihilangkan jika menimbulkan kemudaratan lain”, kemudian
“menghilangkan kemudaratan itu sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan".
Oleh sebab itu, diperlukan ketelitian para ahli medis untuk menentukan bisa
atau tidaknya seseorang menjadi donor darah.
2. Transfusi darah itu dilakukan benar-benar di saat yang amat membutuhkan
(darurat), yaitu untuk menyelamatkan nyawa orang lain.
3. Pihak donor tidak menderita penyakit, yang apabila darahnya diberikan kepada
orang lain penyakitnya itu akan berpindah kepada penerima darah.
4. Perbuatan menyumbangkan darah itu dilakukan dengan suka- rela, tanpa paksaan
dan tanpa bayaran.
Hukum Jual Beli Darah
Terkait dengan persoalan menyumbangkan darah, menurut ulama fikih, adalah
persoalan memperjualbelikan darah dengan tujuan menyelamatkan nyawa orang.
Memperjualbelikan darah dengan dalih apa pun, menurut kesepakatan ahli fikih,
tidak dibenarkan oleh syariat Islam. Alasan mereka, darah itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari zat manusia
secara biologis, karena tanpa darah manusia tidak bisa hidup.
Sekalipun pengurangan sebagian darah dari dalam tubuh melalui transfusi dan
lainnya tidak mencelakakan diri seseorang, tetapi memperjualbelikannya tetap
tidak dibolehkan.
Di samping itu, menurut ulama fikih, darah bukanlah salah satu komoditas yang
dibolehkan syarak untuk diperdagangkan seperti dijelaskan Allah SWT dalam surah
Albaqarah (2) ayat 173 yang berbunyi, "Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah..."
Ayat yang senada dengan itu dijumpai pula dalam surat An-Nahl (16) ayat 115.
Ayat ini, menurut ulama fikih, secara tegas menyatakan bahwa memanfaatkan
darah itu, seperti memakan atau meminum, merekayasa, dan memanfaatkan yang
bersifat konsumtif lainnya, adalah dilarang, termasuk di dalamnya
memperjualbelikannya.
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW dari Abdulah bin Abbas dikatakan, ”Saya
melihat Rasulullah SAW sedang duduk."
"la memandang ke langit seraya berkata, ‘Allah melaknat orang Yahudi sebanyak
tiga kali, (karena) sesungguhnya Allah telah melarang mereka memakan bangkai
dan darah lalu mereka merekayasa, menjual, dan memakan hasil penjualannya’.”
(HR. Abu Dawud).
Berdasarkan hadis itu para ahli fikih menyatakan bahwa dilarang memperjualbelikan
darah, karena memakan hasil penjualannya diharamkan.
Dalam hadis lain dari Aun bin Abi Juhfah dikatakan, "Saya melihat ayah
saya membeli darah hasil berbekam. Lalu saya tanyakan hal itu kepada Rasulullah
SAW. Rasulullah SAW ketika itu melarang memakan hasil penjualan anjing, hasil
penjualan darah...” (HR. Bukhari).
Hadis ini, menurut ulama fikih, secara tegas menyatakan keharaman memakan hasil
penjualan darah. Kaidah fikih juga menetapkan bahwa jika dilarang menggunakan
hasil penjualan darah, maka menjual darah itu pun dilarang.
Oleh sebab itu, menurut As-Sakari, segala cara yang mengacu kepada pemberian
imbalan bagi donor darah tidak dibenarkan syarak, kecuali makan dan minum yang
diberikan kepada seseorang yang telah ditransfusi darahnya dengan tujuan
mengembalikan staminanya.
Hal ini, menurut As-Sakari, bukanlah merupakan suatu imbalan yang bermakna jual
beli, karena tujuannya bukan sebagai bayaran sama sekali, melainkan untuk
mengembalikan stamina donor.